Jonan dalam diskusi dengan wartawan di Kementerian Perhubungan di Jakarta, Rabu, mengemukakan jika proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya tidak dibangun, bukan hanya semakin mendongkrak biaya logistik, melainkan juga menyumbang kemacetan Jakarta semakin padat.
"Cilamaya ini 70 kilometer di timur Jakarta yang didesain untuk melayani industri yang ada di Karawang. Kalau tidak dibangun, harus dikirim ke Jakarta dulu, akan seperti apa Jakarta nanti," katanya.
Dia mengatakan jika pembangunan Pelabuhan Cilamaya ditangguhkan maka berlawanan dengan program utama Kabinet Kerja, yakni menurunkan biaya logistik yang berdampak pada kemakmuran bangsa.
Saat ini, kata Jonan, biaya logistik di Indonesia masih sekitar 20 persen, sedangkan di negara-negara maju hanya sekitar delapan hingga sembilan persen.
"Kita turunkan perlahan, kalau tidak turun kemakmuran masyarakat akan terbelakang," katanya.
Namun, dia mengaku belum mengetahui kelanjutan proyek tersebut karena masih dibahas di Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan diketahui setelah Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
"Lanjut atau tidak, saya tidak tahu," katanya.
Meski itu proyek nasional dan berada di Jawa Barat, Jonan mengatakan keberlanjutan proyek tersebut harus mendapat persetujuan dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kalau Pak Ahok tidak mengizinkan itu ya tidak usah dibangun," katanya.
Pembangunan pelabuhan baru Cilamaya dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pertama pembangunan terminal peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs, terminal mobil dengan kapasitas 1.030.000 CBU, dermaga kapal negara, dermaga untuk bahan bakar, terminal Ro-Ro, dan alur pelayaran dengan kedalaman -17 M Lws.
Tahap kedua lanjutan pembangunan peti kemas dengan kapasitas 3,75 juta TEUs dengan total biaya Rp10,6 triliun.
Pemerintah menargetkan konstruksi tahap pertama Cilamaya senilai Rp23,9 triliun bisa dimulai 2016 dan rampung 2021. Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2014View the original article here
0 komentar:
Posting Komentar